PROBOLINGGO–Tim dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia bersama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mendatangi Kota Probolinggo, Jumat (21/6) pagi. Kehadiran tim tersebut untuk melihat secara langsung lahan yang akan dibangun rumah sakit baru. Sekaligus meninjau pelayanan di RSUD dr Mohamad Saleh.
Tim yang dipimpin oleh Kasubdit Fasyankes Rujukan Ditjen Yankes Kementerian Kesehatan RI, Mujaddid. Mereka diterima di Ruang Transit Kantor Wali Kota, oleh Wawali Mochammad Soufis Subri; Asisten Pembangunan, Gogol Sudjarwo; serta sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
Wawali Subri menjelaskan, RSUD dr Mohamad Saleh sudah berdiri sejak 1958. Melihat begitu kompleksnya kondisi rumah sakit saat ini, Pemerintah Kota Probolinggo merasa perlu untuk membangun rumah sakit (RS) baru di wilayah selatan.
Dengan berdirinya RS baru, ekonomi masyarakat semakin merata. Lingkungan yang akan dibangun disebutkan masih jauh dari pemukiman masyarakat. Lahan seluas 3,8 hektare yang jadi RS baru itu, aset milik Pemkot Probolinggo.
“Apapun petunjuk Kemenkes, kami akan siap melaksanakannya. Demi kebaikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota Probolinggo tentunya,” jelas Subri.
Kasubdit Fasyankes Rujukan, Mujaddid menuturkan, pekan lalu, ia bertemu dengan Wali Kota Hadi Zainal Abidin yang berkunjung ke Kemenkes RI. Dalam pertemuan tersebut, salah satu poin penting dari harapan wali kota adalah kementerian dapat berkunjung untuk melihat RSUD dr Mohamad Saleh dan rencana pembangunan RS baru.
“Kami akan membuat laporan, telaah staf pada pimpinan. Intinya, kami sesuaikan dengan peraturan yang berlaku saat ini. Kami tidak akan lepas dari ketentuan yang berlaku,” kata pria berbaju batik coklat hitam itu.
Lahan Sudah Siap
Setelah bertemu di ruang transit, bersama wawali kepala sejumlah kepala OPD, tim Kemenkes menuju ke lahan seluas 3,8 hektare yang bakal jadi RS baru. Lahan tersebut berada di dua kelurahan di Kecamatan Wonoasih. Yakni Kelurahan Kareng Lor dan Sumber Wetan. Lahan tersebut kini masih berupa lahan pertanian.
Usai dari lokasi tersebut, tim yang juga didampingi Kasi Pelayanan Kesehatan Rujukan Dinkes Provinsi Jawa Timur Ninis Herlina Kirana Sari itu bertolak ke RSUD dr Mohamad Saleh.
Mereka ingin tahu kondisi sejumlah fasilitas RSUD mulai dari IGD (instalasi gawat darurat), tempat pembersihan, jalur traffic IGD, ruang tindakan, oksigen yang belum tersentral, ruang rawat inap, ruang hemodialisa dan ruang operasi.
Di sela mendampingi kunjungan Kemenkes RI, Wawali Subri berharap dengan kunjungan pusat dan provinsi pihaknya bisa mengetahui apa saja yang harus dilakukan.
Secara lokasi, menurut Subri, kementerian mengatakan sudah strategis tidak memberikan dampak langsung misalnya gunung dan laut yang berdekatan. Soal sungai yang dekat masih bisa diatas. Lokasi dan luas pun tidak dipermasalahkan.
diketahui, tahun ini sudah dianggarkan akses berupa jembatan dan pagar yang akan dibangun di lahan tersebut. Nantinya, RS yang akan dibangun arahnya ke tipe B. Meski dalam tahapannya akan menjadi RS tumbuh.
Di RSUD dr Mohamad Saleh sendiri lingkungannya sudah padat dan tidak mungkin dikembangkan lagi. Banyak pasien yang harus ditampung. Baik dari dalam atau luar Kota Probolinggo.
“Kami berusaha semaksimal mungkin. Semua sudah memberikan arahan. Insyallah sudah semakin mengerucut ke arah pembangunan. Untuk itu mohon dukungan dan doa dari semuanya. Mindsetnya harus begini, kalau tidak kita mulai sekarang, kapan lagi? Tantangan ke depan juga semakin besar,” imbuh Subri.
Dana Awal Pembangunan Harus APBD
Setelah melihat lahan pembangunan RS baru dan kondisi RSUD dr Mohamad Saleh, Kasubdit Fasyankes Rujukan Ditjen Yankes Kementerian Kesehatan RI, Mujaddid menyatakan sebenarnya lahan yang tersedia sudah seluas 3,8 hektare dan itu memungkinkan untuk pembangunan RS baru.
“Namun, untuk pembangunan tersebut membutuhkan anggaran. Nah, anggaran ini punya mekanisme sendiri,” jelasnya. Mekanisme DAK (dana alokasi khusus) yang diturunkan ke kabupaten/kota atau rumah sakit.
Sesuai Permenkes 24 tahun 2016 pembangunan RS baru melalui DAK hanya untuk tipe D pratama. Tipe tersebut bisa dibangun dengan kriteria tertentu.
Salah satunya untuk daerah yang terpencil, perbatasan dan kepulauan. Tentu saja Kota Probolinggo tidak memenuhi syarat karena tidak termasuk kriteria itu.
“Untuk RS baru di Kota Probolinggo, hanya bisa dilakukan jika sebenarnya diawali dari pembangunan yang menggunakan dana APBD. Nanti di DAK ada pembangunan lanjutan. Itu (pembangunan) harus diawali dari dana APBD dulu. Nanti setelah itu (dana APBD) pengusulan berikutnya dengan DAK dengan menu pembangunan lanjutan,” beber Mujaddid.
Ia menjelaskan, kesempatan membangun RS baru bisa saja dimungkinkan jika di RSUD sudah overload atau RS tidak bisa dikembangkan. Contohnya, akan dibangun tingkat, tetapi hanya boleh 3 lantai. Pasien sudah menumpuk atau selasar dipenuhi pasien.
Kemenkes berharap, jika membangun suatu RS diharapkan bisa langsung beroperasional. DED (detail engginering desain), masterplan rumah sakit secara bertahap sebagai rumh sakit tumbuh tergantung kemampuan daerah.
“Kalau mampu tipe D ya gak papa, C juga gak papa. Asal saat membangun langsung operasional. Yang terberat dari pembangunan RS itu, SDM-nya. Kalau mau beli alat atau membangun ruangan itu gampang asal ada duit,” ujarnya.
Untuk pembangunan RS kelas C, harus ada empat dokter spesialis. Yaitu anak, bedah, obgyn dan penyakit dalam. Untuk tipe B ada dokter sub spesialis. Selain itu standar alat, sarana prasarana dan SDM pun sudah diatur dalam permenkes. Sehingga makin tinggi kelasnya maka makin complicated.
“Tahap selanjutnya setelah kunjungan ini kami akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Kami akan membuat semacam laporan telaaf untuk disampaikan ke pimpinan, nanti decision seperti apa,” ujar Mujaddid kepada sejumlah awak media. (famydecta/humas)