KANIGARAN - Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Asekbang) Setda Kota Setiorini Sayekti menanggapi kenaikan harga cabe rawit dan tomat yang memberi pengaruh penting terjadinya inflasi di Kota Probolinggo selama Desember 2020 lalu. Dimana inflasi yang tinggi dibutuhkan sebagai pertanda tumbuhnya perekonomian di suatu daerah. Hal itu disampaikannya dalam siaran pers yang digelar di Radio Suara Kota, Kamis (14/1) siang.
“Inflasi yang cukup tinggi (di Bulan Desember lalu), memang dibutuhkan sebagai tanda ekonomi tumbuh. Dalam artian, masyarakat melakukan aktivitas ekonomi, tapi di satu sisi, inflasi dapat dirasakan masyarakat di komoditas-komoditas tertentu,” ujarnya.
Dari pantauan harga beberapa komoditas di pasar jujugan masyarakat kota, memang ada kenaikan di bulan Desember. Bahkan harga cabai rawit, menyentuh harga Rp 90.000 per kilo gram per hari ini (14/1) di Pasar Kronong.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BI Malang Azka Subhan Aminurridho lewat sambungan telepon mengatakan, inflasi ibarat tekanan darah yang ada didalam tubuh manusia. Inflasi yang berhasil dicapai sebesar 1,88 persen, berdasarkan tingkat inflasi tahun kalender Desember 2020 dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Desember 2020 terhadap Desember 2019), tergolong rendah.
“IHK (Indeks Harga Konsumen, red) capaiannya cukup rendah, tapi lumayan bahkan bisa bilang sangat bagus dan berada di kisaran 3,0 plus minus 1 persen. Karena kalau inflasi terlalu rendah, nanti pertumbuhan ekonominya juga akan turun. Angka ini cukup baik di saat pandemi, apalagi mengingat Desember juga ada momen libur panjang,” ujarnya.
Azka menilai, capaian ini tak bisa dibilang jelek karena tanda-tanda atau geliat tren pertumbuhan ekonomi justru terlihat sedang naik di masa ini. Tumbuhnya daya beli masyarakat diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi Kota Probolinggo. Karena konsumsi swasta atau masyarakat akan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang ada.
“BI memperkirakan realisasi inflasi tahun ini lebih rendah atau sedikit lebih tinggi dari tahun 2019, dibandingkan target inflasi nasional yang berada di kisaran tiga koma nol, plus minus satu persen,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) setempat Heri Sulistio menjelaskan, selain komoditas cabe rawit dan tomat atau golongan kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau, komoditas lain yang memicu tingginya angka inflasi adalah tongkol yang diawetkan, cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, udang basah, ikan tongkol, angkutan antar kota dan buah pir.
“Pada Desember 2020 lalu, Kota Probolinggo mengalami inflasi sebesar 0,47 persen, yang dipengaruhi oleh komoditi cabai rawit dan tomat,” katanya.
Sedangkan komoditas yang memberikan andil terbesar terjadinya deflasi adalah emas perhiasan, bawang merah, melon, cumi-cumi, ikan kakap merah, labu siam, kerang, jagung muda/putren, telur asin dan ayam hidup.
Dari 11 kelompok pengeluaran, lima kelompok di antaranya mengalami inflasi, satu kelompok pengeluaran mengalami deflasi, dan lima kelompok pengeluaran stabil. Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi tertinggi adalah dari kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,96 persen.
Sedangkan kelompok yang mengalami inflasi terendah adalah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,02 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi terbesar adalah kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 1,37 persen.
Pada Desember 2020 terjadi inflasi sebesar 0,47 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 104,54. Dari 8 kota IHK di Jawa Timur, semuanya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Sumenep sebesar 0,71 persen dengan IHK sebesar 105,44. Inflasi terendah terjadi di Kota Kediri sebesar 0,28 persen dengan IHK sebesar 105,37. (Sonea)
Assistant for Economic and Development Affairs, Setiorini Sayekti gave a response to the increasing price of chili and tomato leading to inflation in Probolinggo city in the last December 2020. High inflation is needed amid the pandemic, as a sign of economic growth in a region. This was stated in a press release held at the Suara Kota Radio FM on Thursday (14/1).
“The high inflation rate (in December 2020), is indeed needed as a sign that the economy is growing. In this case, people tend to be active doing economic activity, but on the other side, inflation on several commodities can be felt by the people,” she said.
Based on the monitoring, the price of several commodities is increasing including chili that reaches IDR 90,000 per kg.
Meanwhile, the head of Bank Indonesia of Malang, Azka Subhan Aminurridho, through a phone call, said that inflation in Probolinggo city reaching 1.88% is considered low, compared based on the inflation level of December 2020 and inflation level of the year on year.
“The Consumer Index Price is quite low, and we can even say that this is good as it is around 3.0 plus -1%. Very low inflation might cause the economic growth to decrease. This number is quite good, considering that we are still facing the pandemic. Moreover, there will be a long-holiday moment in December,” he said.
Azka claims that this is not a bad achievement as economic growth tends to increase at this moment. The increasing purchasing power is expected to boost the economic growth in Probolinggo city. This will give a significant contribution to economic growth.
“Bank Indonesia predicts that the inflation this year will be lower or a bit higher than in 2019, compared to the target of national inflation at 3.0 plus -1%,” he ended.
Meanwhile, The head of Statistics Indonesia of Probolinggo city, Heri Sulistio explained, besides chili and tomato or those included in food, beverage, and tobacco commodity group, other commodities giving a contribution to inflation are red chili, chicken meat, chicken egg, wet shrimp, cob fish, inter-city transportation, and pear.
“In December 2020, Probolinggo city experienced inflation by 0.47%, influenced by chili and tomato commodity,” he said.
Meanwhile, other commodities giving a huge contribution to the deflation are gold, jewelry, red onion, melon, squids, red snapper fish, chayote, shells, corn, salted egg, and living chicken.
Of 11 expenditure group, five of them experienced inflation, one experienced deflation, and five other were stable. The expenditure group giving more contribution to the inflation was food, beverage, and tobacco by 1.96%.
Meanwhile, the group giving less contribution to inflation included housing, water, electricity, and household fuel by 0.02%. And, the expenditure group experiencing the biggest deflation was personal care and other services by 1.37%.
In December 2020, inflation by 0.47% was occurred with the Consumer Price Index (IHK) by 104.54. Of 8 city of IHK in East Java, all were experiencing inflation. The highest inflation by 0.71% occurred in Sumenep Regency with the Consumer Price Index of 105.44. The lowest inflation was in Kediri city by 0.28% with the Consumer Price Index by 105.37. (alfien_tr)