MAYANGAN - Pemerintah Kota Probolinggo memberikan perhatian serius terhadap implementasi One Pesantren One Product (OPOP), dengan menggelar pemberdayaan kelembagaan potensi dan pengembangan usaha mikro yang digelar DKUPP setempat, Senin (1/11) pagi. Peningkatan kapasitas santri berwirausaha program penumbuhan wirausaha baru di lingkungan pondok pesantren Kota Probolinggo mendatangkan narasumber Sekretaris Tim OPOP Jawa Timur Mohammad Ghofirin dihadapan sekira 100 orang santri di Ballroom Paseban Sena.
Sesuai dengan prioritas Gubernur Jawa Timur dalam bentuk “Jatim Kerja” bahwa pemerintah daerah di Jawa Timur wajib mengembangkan produk UMKM di pondok pesantren sebagai upaya menciptakan wirausaha baru santripreneur dalam produk unggulan Jawa Timur sesuai Pergub Jatim 62/2020 tentang One Pesantren One Product (OPOP). “Kita mencoba mengangkat potensi yang ada di pondok pesantren dalam hal berwirausaha. Sehingga santri-santri di sana, keluar dari pondok, mereka sudah punya skill bisa menjadi wirausaha baru,” jelas Kepala DKUPP Fitriawati usai pembukaan.
Terkait hal itu, pihaknya akan terus berupaya membantu para santri menjalankan program OPOP ini. Menurut Fitri, pesantren memiliki potensi besar dan para santri bisa melakukan banyak hal. “Tidak hanya satu pesantren satu produk saja. Kita bisa melihat tadi di pintu masuk, satu pondok pesantren bisa menghasilkan 2 hingga 3 produk,” terang Fitri.
Selanjutnya, masih menurut Fitri berkeyakinan jika pemerintah dapat membantu memasarkan bersama, melakukan pendampingan dalam hal pengembangan produk juga koperasinya, dan juga membantu permodalannya (Bank Jatim), maka harapan OPOP di Kota Probolinggo dapat berjalan sukses. “Di Kota Probolinggo juga pondok pesantren harus dimasukkan ke dalam pengurusan OPOP. Sehingga pemerintah dapat bekerjasama dengan mereka, memfasilitasinya juga,” tandasnya.
Untuk itu, Wali Kota Habib Hadi Zainal Abidin mengimbau kepada seluruh stakeholder terkait dalam pengembangan OPOP untuk untuk berpartisipasi aktif mensukseskan prioritas Gubernur Jawa Timur. “Terkait dengan adanya one pesantren one produk, itu suatu langkah yang luar biasa. Karena memang pesantren itu tidak eprnah tersentuh oleh program-program (pemerintah),” bebernya.
Masih penuturan wali kota yang berlatarbelakang santri ini, Pemerintah Kota harus punya komitmen hadir untuk menampung hasil dari produk. Untuk mengoptimalkan tampilan produk pesantren, Habib Hadi serius melirik tanah milik Pemprov Jatim yang ada di daerah Triwung, Kademangan. “Kita akan membangun (gerai) khusus untuk hasil produk pesantren-pesantren, untuk ditaruh di galeri itu sebagai oleh-oleh khas Kota Probolinggo,” harapnya.
Tidak menutup kemungkinan, jika hal itu tidak terwujud (bangunan galeri di tanah Pemprov jatim), Pemkot tetap akan memfasilitasi pelaku UMKM Pondok Pesantren tetap berkarya. Misalnya adalah memberikan stand pada pasar tugu, bazar, pameran. “Dengan melibatkan pondok pesantren, ini untuk mendorong bertumbuhkembangnya hasil produksi di lingkungan pondok pesantren. Kita menggabungkan marketplacenya dengan DKUPP untuk penjualan online, sehingga kami nanti melatih penjualan online bagi pondok pesantren harus bisa bersaing, supaya kita bisa mengembangkan produk-produk yang menjadi di masing-masing pondok pesantren,” bebernya.
Diketahui jumlah pondok pesantren di Kota Probolinggo yang mengikuti gelaran DKUPP adalah sebanyak 18 lembaga. Ponpes MIftahul Assalami menunjukkan produknya berupa kerajinan, Ponpes Almansyuri berupa jahe merah, Ponpes Riyadlus Sholihin berupa kecap, sabun cair, kaligrafi dan lukisan bakar, Ponpes An Nahdliyah berupa trofi, Ponpes Azidan BZH berupa keripik pisang gedangkoe, Ponpes Roudatul Muttaqin berupa keripik singkong, roti, jamu empon-empon, keripik pisang sedap manis, Ponpes Nurul Islam berupa pia. (dewi)