KADEMANGAN - Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKPPP) menyelenggarakan kegiatan Sekolah Lapang (SL) Budidaya Ikan Lele, di kawasan Pondok Raudlatul Malikiyah, Ponpes Riyadlus Sholihin, Kelurahan Ketapang, Rabu (23/8) pagi.
Giat yang diadakan di musala putri itu, dibuka oleh Pelaksana Harian (Plh) Kepala DKPPP Trillya Yuliana, yang didampingi Kepala Bidang Perikanan Budidaya Hariesza Arnas Pirzada.
Pada kesempatan tersebut, perempuan yang akrab disapa Lia itu, juga menyerahkan bahan praktik yang dibantukan. Seperti beberapa unit kolam terpal, 2.000 ekor bibit ikan lele, 6 sak pakan ikan, 36 probiotik ikan dan bak gradding serta serok.
“Biasanya dari tiga ribu bibit yang kita sebar dengan ukuran segini, potensi yang jadi sekitar delapan puluh sampai sembilan puluh persennya,” ujarnya pada probolinggokota.go.id.
Berdasarkan SK Walikota Probolinggo Nomor 100.3.3.3/74/KEP/425.012/2023 tentang Penetapan Pondok Pesantren (Ponpes) Penerima SL Budidaya Ikan Lele, giat ini diperuntukkan bagi 20 ponpes yang terbagi dalam 4 gelombang. Di mana saat ini telah memasuki gelombang ke 3.
“Dukungan Pemkot Probolinggo pada pesantren itu sendiri diimplementasikan dengan dikeluarkannya Perwali nomor 75 Tahun 2022 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren,” terangnya.
SL Budidaya Ikan Lele merupakan salah satu program yang dapat diimplementasikan untuk memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan tentang budidaya ikan lele. Agar dapat mengembangkan semangat kewirausahaan para santri, sekaligus meningkatkan perekonomian di pondok pesantren.
“Kita tahu, ponpes itu punya peran yang besar dalam mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan agamanya. Sebuah lembaga pendidikan yang juga berfungsi sebagai pusat penyiaran agama Islam,” katanya.
Fungsi ini, lanjutnya, bergerak saling menunjang. Di mana pendidikan dapat dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah. Sedangkan dakwah sendiri bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun sistem informasi.
“Oleh sebab itu, pesantren diakui sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai kesetaraan dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga pendidikan formal lainnya,” ucapnya.
Ibu dari dua orang putra itu menambahkan, SL budidaya ikan lele bagi ponpes adalah salah satu program prioritas Wali Kota, yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas SDM pesantren. Juga untuk pengembangan jiwa kewirausahaannya, jika santri, nantinya kembali ke masyarakat. Karena, sebutnya, ponpes memiliki peran yang sentral dalam membentuk karakter dan moral para santri.
Melalui giat itu pula, Lia berharap, santri dapat mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan kegiatan yang mendukung kehidupan sehari-hari. “Sekaligus ini juga jadi kesempatannya para santri untuk memahami bagaimana pentingnya berkontribusi dalam pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Jadi (pelaksanaan giatnya) harus diikuti dengan baik, dengan mengaplikasikan dan mengembangkan budidaya ini menjadi usaha yang bisa membantu dan mencapai tujuan yang diharapkan bersama,” harapnya.
Lia dan undangan yang terdiri dari para Camat, juga berkesempatan meninjau lokasi budidaya ikan lele di sebelah selatan kawasan pondok. Di sana, rombongan melihat proses pembudidayaan yang dilakukan dengan cara mengolah limbah hasil budidaya menjadi gumpalan yang kecil sebagai makanan ikan secara alami. Kolam yang dibutuhkan ternyata tidak terlalu besar, cukup menggunakan kolam yang terbuat dari terpal berbentuk bulat. Kolam tersebut berdiameter tiga meter, dengan kedalaman sekitar 1,5 meter.
Pemeliharaan lele dengan sistem ini, menggunakan pakan alami. Di mana limbah budidaya dijadikan pakan alami dengan menambahkan probiotik. Probiotik inilah yang akan mengurai sisa-sisa pakan menjadi flok atau gumpalan-gumpalan berisi mikroorganisme (bakteri, jamur, algae, protozoa, cacing) yang bisa dijadikan pakan alami ikan. Sistem ini memiliki keunggulan, karena bisa pakai lahan yang terbatas dan dengan pakan alami,
Sementara itu, Lila Puspita, salah satu peserta SL mengaku cukup antusias mengikuti giat ini, meskipun sebelumnya ia mengaku tidak mengetahui apa itu Sekolah Lapang.. “Kok saya sih? Gitu. Tapi saya berpikir lagi, mungkin sudah dari amanah beliaunya dan itu pasti baik buat saya. Ya sudah saya pun datang ke mushola untuk mengikuti giat ini,” akunya polos.
Ia pun tampak mengikuti betul setiap penjelasan yang disampaikan narasumber. Sesekali, remaja belasan tahun itu terlihat serius menanyakan hal-hal yang dirasa masih belum mengerti. Hingga akhirnya, ia mengaku puas dan memiliki gambaran bagaimana melanjutkan hidup setelah lulus mondok.
“Jadi punya gambaran (ke depan), kalau selama ini cuma tahu penyet lele, sekarang saya tahu bagaimana cara memulai usaha mendatangkan uang. Hehe,” ujarnya malu-malu. (es/qie)