KANIGARAN - Tahun baru Islam atau biasa dikenal dengan Tahun Baru Hijriah mempunyai makna unik di sejumlah daerah termasuk di Kota Probolinggo. Biasa disebut dengan Satu Suro, banyak kebudayaan lawas asli Kota Probolinggo yang digelar untuk memperingati bergantinya tahun dalam kalender Islam ini.
Seperti penampilan kesenian budaya dari Sanggar Budaya Mardi Budoyo Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran yang diselenggarakan pada peringatan tahun baru Islam 1445 H, yakni Grebeg Satu Suro.
Grebeg Suro dijadwalkan selama dua hari berturut-turut Jumat dan Sabtu (21-22/7). Awal rangkaian dibuka oleh Kirab Pusaka yang digelar pada Jumat Sore (21/7). Sembilan macam jenis pusaka dikirab di sore hari yang cerah tersebut. Nama pusaka yang dikirab antara lain dua buah trisula senjata poro Senopati jaman dulu, Tombak Sumbi yang berasal dari Madura, Keris Kolotido Senjara dari kerajaan Mataram, Keris Dewi Lanjar, Keris Tilampih, Keris Jaladinding yang berasal dari Tuban, 2 buah payung tunggul payung, dan payung tunggul nogo.
Kesembilan pusaka tersebut dikirab bersamaan dengan tari-tarian dan Reog Ponorogo membentuk barisan kirab di sepanjang jalan Juanda. Selain tari-tarian dan Reog Ponorogo, tampak Camat Kanigaran Agus Rianto, Lurah Tisnonegaran Siti Hotidjah dan beberapa perwakilan Muspika dari TNI dan POLRI juga berjalan bersama iring-iringan kirab tersebut.
Selain Kirab Pusaka, acara tersebut juga menampilkan beberapa kesenian seperti adu pecut, tarian dari etnis Tionghoa yakni Tari Mei Ling Hua yang dibawakan oleh siwa-siswi SMPK Materdei, hadrah Tim Selantang RW 1 yaitu hadrah yang dibawakan oleh ibu-ibu dari RW 1 Kelurahan Tisnonegaran, dan ada pula Barongan Kepruk salah satu tarian topeng naga antagonis yang apabila mengatupkan mulutnya dapat mengeluarkan bunyi yang sangat keras.
Agus Rianto, Camat Kanigaran sangat menyambut baik acara itu, “ini acara tahunan namun untuk tetap mempertahankan dan menjaga budaya lama di era modern ini, biar budaya yang lama tidak hilang dan mengenalkan kepada generasi muda lebih memahami lagi budaya yang ada,” ungkapnya.
Dirinya juga berharap acara tersebut bisa rutin dilaksanakan setiap tahunnya dan kelurahan-kelurahan lainnya pun dapat menampilkan kesenian dan budayanya agar dapat lebih dikenal oleh warga.
Yuyun Widowati, koordinator acara tersebut menjelaskan bahwa dalam Grebeg Satu Suro ini menampilkan kesenian-kesenian bahkan tampilan dari sanggar luar Kota Probolinggo, “kami akan menampilkan banyak kesenian ya, nanti malam kami akan menampilkan 100 orang penari dari sanggar kami,” jelasnya.
Yuyun juga menuturkan bahwa puncak acara bisa disaksikan besok pagi (22/7) mulai pukul 9.00 pagi sampai 4 sore yaitu acara Ruwatan Massal, “di situ kita akan menampilkan berbagai macam sesaji ruwatan yang tujuannya menolak bala’ bagi bocah sukerto, nanti ada potong rigmo, mandi, dan buang baju popohan yang biasa dibuang ke laut, lalu jam 9 malam, kita juga ada acara pamungkas yaitu Pagelaran Wayang Golek,” tuturnya.
Siti Hotidjah, Lurah Tisnonegaran yang turut hadir mengatakan bahwa selaku bagian dari pemerintahan sangat mendukung perkembangan seni dan budaya yang ada di wilayahnya, “iya ini sebagai bentuk dukungan kami dalam menjaga kesenian dan kebudayaan yang ada di wilayah kelurahan Tisnonegaran,” tandasnya. (sit/uby)