KANIGARAN – Penjabat (Pj) Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Probolinggo Dewi Maharani Nurkholis lakukan Roadshow dan Silaturahmi dengan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Bidang Konveksi, Senin (22/4) pagi, di 5 lokasi berbeda. Giat ini bertujuan untuk melihat proses perkembangan usaha konveksi batik dan bordir di Kota Probolinggo.
“Kita roadshow hari ini ke pembatik, sebetulnya mereka itu udah bagus-bagus batiknya. Cuma perlu pelatihan lagi soal pewarnaan, desain, supaya lebih bagus,” kata Dewi Maharani Nurkholis.
Adapun lokasi roadshow yang dikunjungi adalah UMKM Batik D’Aisha di Jalan Mawar Permai Kelurahan Sukabumi Kecamatan Mayangan. Lalu, UMKM Batik Bordir Rizza di Jalan Soekarno Hatta Kelurahan Tisnonegaran Kecamatan Kanigaran. Berikutnya, UMKM Batik Manggur yang berlokasi di Jalan KH Sulthon Kelurahan Triwung Kidul Kecamatan Kademangan dan UMKM Batik Poerwa di Jalan Angguran Jaya Kelurahan Kebonsari Kulon Kecamatan Kanigaran.
Ditemui di sela-sela giat yang dimulai sekira jam 9 pagi itu, Ibu satu orang putra ini menyampaikan setelah berkeliling ke beberapa pembatik, ia baru mengetahui bahwa sebagian besar motif dari pembatik Kota Probolinggo bermotif mangga anggur dan pesisiran dengan warna cerah. Meskipun ada beberapa yang menggunakan pewarnaan alam.
Ia menambahkan, sebagai salah satu kota yang berada di pesisir Jawa Timur dan kota transit (antara wilayah barat yaitu Surabaya, Pasuruan dengan wilayah timur seperti Situbondo, Banyuwangi serta wilayah selatan seperti Lumajang dan Jember), hal tersebut menurutnya akan mempengaruhi budaya Kota Probolinggo.
Budaya Kota Probolinggo yang merupakan akulturasi antara budaya Jawa dan Madura atau Pandalungan, lanjutnya, juga berperan andil dalam mempengaruhi corak dan ragam batik Kota Probolinggo. Seperti diketahui, Budaya Pandalungan memberikan sentuhan batik dengan corak warna-warna cerah dan berani dari suku Madura, yang dikombinasi dengan warna teduh suku Jawa. Di mana untuk warna cerah, sangat kuat pada warna hijau, merah, kuning. Sementara untuk warna gelap atau teduh, ada pada warna hitam, maroon dan violet. Sedangkan untuk warna lembut, diwakili dengan warna tosca, turkish dan wortel.
“Pebatik itu harus tahu filosofi batik yang dibuatnya. Selain itu, batik Kota Probolinggo juga harus memiliki identitas kuat yang mampu membedakan dengan batik daerah yang lain, baik dari corak dan ragamnya. Jadi pas dipake, orang yang melihat juga akan langsung tahu, Ooh ini pasti batik dari Kota Probolinggo, begitu,” ujarnya.
Hal itu dinilai oleh perempuan yang sekaligus menjabat sebagai Dewan Pembina Puteri Indonesia Jawa Timur itu, sebagai tantangan bagi Kota Probolinggo yang harus diwujudkan dengan aksi nyata beragam bentuk kegiatan dan pengenalan. Seperti sarasehan, bertemu dengan tokoh masyarakat, pembatik, ataupun melalui diskusi-diskusi.
“Saya berharap Kota Probolinggo ke depan mempunyai ikon khusus. Nah kalau sesuatu sudah dijadikan ikon itu, berarti sudah selamanya (melekat),” tegasnya.
Ajak Pembatik Kota Probolinggo Ikuti Ajang Tahunan Surabaya Fashion Parade 2024
Bergeser ke lokasi berikutnya, yakni di Galeri Dekranasda yang ada di pusat Alun-alun kota, sekira jam 12 siang, Pj Ketua Dekranasda Dewi Maharani Nurkholis dijadwalkan bertemu dengan para pengrajin (Dekranasda) setempat, guna melakukan Audiensi bersama 50 pengrajin batik dan bordir. Pada kesempatan itu, dirinya menyampaikan bahwa dalam waktu dekat, ia berencana mengajak 5 orang pengrajin Kota Probolinggo untuk mengikuti ajang bergengsi tahunan Surabaya Fashion Parade 2024, yang akan berlangsung pada bulan Oktober mendatang.
"Saya akan mendaftarkan lima pembatik dan desainer Kota Probolinggo. Nanti akan ada mentornya juga,” ujarnya.
Sementara pada tingkat lokal, untuk meningkatkan kecintaan dan kepedulian masyarakat terhadap batik yang dimiliki, serta menggali ide kreatif masyarakat setempat, Pemkot melalui Disperinaker akan mengadakan lomba desain batik yang bisa diikuti UMKM Batik setempat mulai 18 Mei 2024.
Dewi Maharani Nurkholis menyampaikan beberapa masukan dan urun rembugnya untuk puluhan pengrajin yang ditemuinya siang tadi. Diantaranya padu padan warna agar lebih soft dan menyatu. Lalu untuk motif, agar tetap mempertahankan filosofi batik yang penuh dengan simbol dan perlambang. Sehingga cita rasanya dapat dituangkan dalam motif legenda rakyat yang tumbuh dan mengangkat potensi alam, wisata dan produk unggulan.
Ia juga menyarankan agar para pembatik memperkaya teknik membatik dengan teknik colet, jumputan/celup ikat dan teknik yang lain, disamping teknik canting tulis. Berikutnya dalam menentukan harga jual, Pj Ketua Dekranasda Kota Probolinggo itu menekankan agar dihitung secara benar. Mulai dari bahan baku sampai dengan proses pembuatan batik. Karena harga jual ini akan mempengaruhi daya saing batik Kota Probolinggo dengan batik daerah lain.
Berikutnya, Dewi meminta para pembatik agar saling bersinergi, kompak dan bekerja sama untuk mengembangkan batik khas Kota Probolinggo. Terutama untuk usaha bordir, agar terus dikembangkan sehingga muncul perajin bordir baru. Ia mengimbau perangkat daerah (PD) terkait agar dalam pembinaan batik, diberikan pula strategi khusus untuk mengembangkan segala potensi yang ada. Strategi itu, antara lain harus berbasis kearifan lokal, pemetaan batik tulis, fasilitasi HAKI dan merk, pemasaran, dan pembinaan yang sinergi antar satuan kerja. (es/dp)