Journey Through Probolinggo Heritage, Wisman Nikmati Wisata Sehari di Kota Probolinggo

2025

PROBOLINGGO - Bertajuk Journey Through Probolinggo Heritage, puluhan wisatawan mancanegara (wisman) berkunjung ke Kota Probolinggo, Selasa (28/10) pagi. Mereka merupakan para pelancong kapal pesiar yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Tembaga. Dalam kunjungan sehari itu, para wisatawan berkeliling menikmati sejumlah destinasi wisata bersejarah di Kota Probolinggo. Kunjungan pertama dimulai dari SDK Mater Dei di Jalan Suroyo.

Kepala SDK Mater Dei, Yuliana Widyastuti, mengatakan sekolahnya sudah terbiasa menerima kunjungan wisatawan mancanegara karena bangunan sekolah tersebut termasuk salah satu peninggalan bersejarah di Kota Probolinggo. Pada kunjungan kali ini, para siswa menampilkan permainan alat musik angklung sebagai bentuk perkenalan budaya Indonesia.

“Jadi nanti kami memberi kesempatan jika para turis ingin belajar, bagaimana cara pegangnya, cara memainkan Angklung. Kebetulan memang sekolah ini adalah sekolah cagar budaya ya bangunannya. Jadi memang sering kami didatangi oleh para turis,” jelas Yuliana.

Destinasi berikutnya adalah Gereja Merah yang terletak di samping SDK Mater Dei. Gereja yang dikenal dengan nama GPIB Jemaat Immanuel Probolinggo itu dibangun pada tahun 1862 dan hingga kini masih menjadi ikon unggulan pariwisata di Kota Probolinggo.

Salah seorang jemaat gereja yang menyambut turis, Feni, menyebutkan bahwa salah satu daya tarik Gereja Merah adalah keberadaan Alkitab kuno berbahasa Belanda yang masih tersimpan dengan baik hingga saat ini.

“Itu ada Alkitab zaman Belanda yang pakai bahasa Belanda kuno, terus ada kayak untuk perjamuan itu ada sloki-sloki, ada cawan, itu peninggalan Belanda memang masih asli ya," jelasnya.

Agenda kunjungan berikutnya adalah Museum Probolinggo yang juga berlokasi di Jalan Suroyo. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) selaku pengelola museum berkolaborasi dengan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (DKUP) untuk mengenalkan koleksi Museum Probolinggo serta mempromosikan kain batik khas buatan UMKM Kota Probolinggo.

“Jadi secara keseluruhan memang nanti kita sampaikan kepada pengunjung seperti itu tentang sejarah yang ada di Kota Probolinggo. Kemudian tentang batik-batik juga nanti kami sampaikan. Sementara UMKM yang menyiapkan dari Dinas DKUP untuk menyambut tamu ini, jadi ini kolaborasi,” ungkap Sardi, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud setempat itu.

Kunjungan terakhir adalah ke tempat ibadah Tri Dharma Probolinggo. Di sana, para wisatawan diajak mengenal budaya etnis Tionghoa di Kota Probolinggo melalui arsitektur dan tradisi lokal yang masih lestari hingga kini.

Sementara itu, Bram, salah seorang pendamping para wisatawan, mengungkapkan bahwa Kota Probolinggo memiliki keunikan multietnik yang tidak dimiliki daerah lain. Hal itu lah yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan mancanegara untuk datang dan berlabuh di kota ini.

“Pertama ini tentunya budaya Probolinggo itu unik sekali karena dari Bromo yang kebanyakan orangnya Hindu begitu turun dalam waktu 17 km kita sudah menemukan etnik yang Muslim, kemudian di perkotaan itu ada Katolik, ada Kristen, ada Cina, semua ngumpul ya. Sementara di pelabuhan itu ada orang-orang Madura yang punya etnik juga, unik sekali terutama yang tinggal di Mayangan ya,” terangnya.

Untuk mendukung iklim pariwisata di Kota Probolinggo, Bram menyarankan agar masyarakat semakin dikenalkan dan diedukasi mengenai kesadaran wisata melalui konsep community-based tourism, yakni pembelajaran berbasis komunitas yang menumbuhkan rasa memiliki terhadap potensi wisata daerah.

“Jadi ini integrated yang namanya pariwisata itu yang bagus itu adalah community-based tourism. Artinya ya komunitas orang-orangnya ini, orang penduduk sini sendiri yang harus menggiatkan supaya pariwisata menjadi berkembang,” pesannya. (dp/pin)

BAGIKAN