KANIGARAN - Sebanyak 31 orang pengrajin batik se-Kota Probolinggo mengikuti sertifikasi kompetensi profesi batik. Uji kompetensi digelar DKUPP setempat bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Batik yang bertempat di ruang pertemuan DKUPP, Selasa (4/10).
Program fasilitasi sertifikasi kompetensi profesi batik bertujuan untuk mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif yang lebih kondusif bagi para pelaku ekonomi kreatif, khususnya profesi batik di Kota Probolinggo. Sekaligus sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan profesionalitas dan daya saing para pengrajin batik dalam menghadapi persaingan pasar.
“Pengrajin batik yang telah bersertifikat akan menambah daya saing yang tinggi dan produk-produknya siap dipasarkan terutama di level internasional,” terang Kepala DKUPP, Fitriawati.
Selain itu, melalui program ini dan bertepatan dengan peringatan Hari Batik Nasional tanggal 2 Oktober, pihaknya ingin memberikan penghargaan kepada pengrajin batik di Kota Probolinggo agar semakin berkualitas dan berdaya saing. “Pembatik di Kota Probolinggo banyak dan berkualitas. Kita pantas disejajarkan dengan pembatik dari daerah lainnya. Namun bila belum memiliki sertifikasi kompetensi masih akan dipertanyakan terutama jika batik-batiknya akan diekspor,” bebernya.
Fitri mengharapkan pengrajin batik di Kota Probolinggo agar terus berkreasi dan tidak berhenti untuk berkarya dengan selalu menggali ide-ide baru. Sehingga usaha kreatif para pengrajin batik dapat menjadi andalan Kota Probolinggo.
Sementara itu, Ketua LSP Batik Rodia Syamwil mengatakan sebagai rangkaian dari peringatan Hari Batik maka dihadiahkan sertifikasi bagi 200 pengrajin batik. “Sertifikat ini menjadi salah satu bukti seseorang itu memiliki kompetensi di bidang tertentu. Kami belum pernah menguji di Kota Probolinggo dan kami fasilitasi pada kemampuan mencanting saja, inilah yang dinamakan okupasi,” ujarnya.
Hal ini mengacu pada SKKNI SK Menaker RI Nomor 104 Tahun 2018, skema berbasis okupasi terdiri dari 14 skema. Yaitu terdiri dari tukang gambar motif batik, tukang pola, perancang motif batik, pembatik tulis, tukang cap, peracik malam, peracik warna sintetis, tukang celup warna alam, tukang lorod, pembuat canting, pembuat canting cap, dan perancang motif batik komputer.
Dalam kegiatan ini, para pengrajin batik akan mengikuti serangkaian uji kompetensi dan dinilai oleh tim asesor LSP Batik. “Uji itu kan sebenarnya mencari bukti, jika dokumen-dokumen seperti sertifikat, penghargaan, dan sebagainya lengkap maka dianggap sudah tercukupi. Sehingga tinggal wawancara saja terkait wawasannya. Namun, jika bukti dokumen ini kurang memadai maka harus dibuktikan lewat praktik,” urainya.
Rodia menambahkan, pelaksanaan uji sertifikasi kompetensi hanya berlangsung satu hari. “Rekomendasi dari asesor akan langsung diberikan kemudian rekomendasi ini akan kami bawa di rapat pleno LSP. Bukti-bukti ini akan diperiksa kembali dan dikirimkan ke BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi),” imbuhnya.
Rodia berharap pengrajin batik yang telah mendapat sertifikasi kompetensi nantinya benar-benar mampu meningkatkan kualitas batik di Indonesia khususnya bagi Kota Probolinggo. (mir/fa)