YOGYAKARTA - Diskominfo Kota Probolinggo menggelar gathering dengan sejumlah 60 awak media, salah satu agendanya berkunjung ke Diskominfo dan Persandian Kota Yogyakarta, Kamis (5/3) siang.
Di bawah komando Kepala Diskominfo Kota Probolinggo Aman Suryaman, para jurnalis diajak sharing tentang sinergitas yang sudah terbangun dengan pemerintah setempat.
"Maksud kedatangan kami bersama rekan-rekan media ini untuk mengetahui bagaimana menjaga sinergitas dengan mereka serta pola seperti apa yang diterapkan. Nantinya biar teman- teman media ini yang lebih banyak berinteraksi," ujar Aman, usai memaparkan kondisi geografis Kota Probolinggo.
Hal ini langsung direspons oleh Kepala Diskominfo dan Persandian Kota Yogyakarta Tri Hastono. Ia merasa senang dengan kehadiran rombongan Kota Probolinggo yang cukup banyak.
"Terima kasih kehadirannya, semakin banyak yg datang ke Kota Yogyakarta, kami semakin senang. Harus diterima dengan seduluran, karena pasti membawa rejeki. Sejalan dengan keinginan bapak Wali Kota Yogyakarta agar mereka merasa nyaman selama berada di sini," ungkapnya.
Ia bercerita tentang kondisi Kota Yogyakarta yang padat penduduknya dan memiliki tingkat harapan hidup yang tinggi termasuk indeks kebahagiaan masyarakatnya.
"Karena di sini tidak terlalu banyak destinasi wisatanya, maka dikembangkan kawasan seperti pasar tradisional sebagai bagian obyek wisata. Pusat daya dukung perekonomian Kota Yogyakarta justru banyak didominasi masyarakat dari Bantul, Sleman dan sekitarnya. Malah pedagang asli Kota Yogyakarta hanya berkisar 20%, namun kita menganut struktur ekonomi terbuka," paparnya.
Tri juga menyinggung tentang peran media. Karena dikenal sebagai kota pariwisata, maka pemberitaannya harus kondusif agar tidak berdampak bagi tamu yang berkunjung ke Kota Yogyakarta.
Ia menjawab berbagai pertanyaan rekan media. Seperti Rohim, dari media radar nasional, Huda dari memorandum, Toyyib dari Surya Indonesia. Pendekatan dengan media melalui kemitraan hampir mirip dengan Kota Probolinggo.
"Semua tergantung kita menggandeng mereka agar permasalahan komunikasi bisa diminimalisir. Advertorial serta kerja sama lebih kepada tanda hubungan baik. Bukan harus bertransaksi dengan pemberitaan yang diinginkan," jelasnya.
Setiap tahun di Yogyakarta juga digelar media gathering. Ada pertimbangan obyektif sesuai peringkatnya. Tingkat oplah dan pengaruhnya, itulah yang membedakan.Namun media lokal tetap proritas. Termasuk media sosial memiliki pengaruh besar sehingga tetap dibutuhkan supaya persepsi publik terbentuk.
"Semua media diundang, namun kerja sama tetap terbatas sesuai dengan media yang terdaftar. Di sini dibentuk paguyuban wartawan Yogyakarta, ada 20 media yang aktif. Tidak ada masalah selama ini,"imbuhnya.
Pihaknya juga memfasilitasi tempat bagi wartawan mengirimkan berita, yang dilengkapi komputer dan layanan internet. Menurutnya, selama ada komunikasi yang baik dengan rekan wartawan maka bisa mengubah persepsi publik. Karena mereka ini yang memiliki peran untuk mempromosikan daerahnya. (Yuli)
Probolinggo city’s Communication and Information Technology (Diskominfo) held a media gathering involving 60 journalists with an agenda to visit the Agency of Communication, Information Technology, and Encryption of Yogyakarta on Thursday (5/3).
Led by the head of Diskominfo, Aman Suryaman, the journalists were invited to discuss synergy made between the local media and government.
“Our visit is to find out how the agency makes synergy with the local media. Let the journalists of Probolinggo city ask more about that,” Aman said, after describing the geographical condition of Probolinggo city.
This was responded by the head of Yogyakarta’s Agency of Communication, Information Technology, and Encryption, Tri Hastono. He was pleased to welcome the journalists of Probolinggo city.
“Thanks for visiting our city. The more people coming, the happier we are. This is in line with what our mayor has ordered, to welcome any kind of visit from other regional governments so that they can feel comfortable,” he said.
He told the journalists about the condition of Yogyakarta city of which the population has a high rate of life expectancy, including the happiness index of the people.
“We have many tourist destinations, with traditional markets developed as part of the destinations. The economy is dominated by the people coming from Bantul, Sleman, and others. In fact, there are only 20% Yogyakartan sellers,” he explained.
Tri also discussed the role of the media. As Yogyakarta is considered a tourism city, the news must tell about the safety of having traveled to the city.
He answered all the questions made by the journalists as was delivered by Rohim, a journalist of Radar Nasional, Huda from Memorandum, and Toyib from Surya Indonesia. The relation of the government and the media is the same as Probolinggo city does.
“It all depends on how we make the relationship to solve any communication problems. Advertorial or other collaboration shows a good relationship,” he explained.
Yogyakarta’s Diskominfo held the same media gathering as Probolinggo city does every year. They select the media themselves, yet local media is still a priority.
“All media are invited, but the cooperation is limited to registered media. We have an association involving 20 active media. We have no problem by far,” he added.
Tri also said his side has provided a place for the journalists to send the news, supported with computers and internet service. He thinks good communication made with the journalists will change public perception. The journalists do have a role in promoting the region. (alfien_tr)