KANIGARAN – Masih adanya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kota Probolinggo mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Kota Probolinggo. Pada 2018 lalu, laporan KDRT sebanyak 32 kasus. Angka ini menurun dari tahun 2017 sebanyak 53 kasus, sedangkan tahun 2016 ada 56 kasus.
Untuk itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) menggelar sosialisasi three ends, Kamis (25/7) di Puri Manggala Bakti. Dengan 250 sasaran antara lain tokoh masyarakat, tokoh agama, Ketua RT, organisasi wanita, TP PKK, LPM dan Forum Puspa.
Apa itu three ends? Yaitu akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan orang, mengakhiri kesenjangan akses ekonomi terhadap perempuan.
“Melalui sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang macam-macam kejahatan kepada perempuan dan anak melalui program three ends ini,” ujar Kepala DP3AKB Sukam saat menyampaikan laporannya.
Kesetaraan dan keadilan gender merupakan salah satu tujuan pembangunan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 dan dijabarkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dihadapkan pada tiga isu strategis.
Yaitu meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan; meningkatnya perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan, termasuk tindak pidana perdagangan (TPPO) dan meningkatnya kelembagaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan.
“Sosialisasi three ends, atau bahasa Madura-nya, ambuh pon telok nekah (akhiri tiga ini). Maksudnya, akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan orang, mengakhiri kesenjangan akses ekonomi terhadap perempuan di Kota Probolinggo ini,” sambung Wawali Mochammad Soufis Subri ketika sambutan.
Menurutnya, perempuan dan anak adalah isu lintas sektor dan lintas bidang yang sangat strategis. Berhasil tidaknya pembangunan tergantung pada kontribusi yang mereka berikan.
“Perempuan tidak harus mendominasi laki-laki tetapi bagaimana membuat hubungan relasi yang seimbang dan harmonis. Berbai peran baik dalam keluarga, masyarakat sampai dalam tahapan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya.
Kasus kekerasan berbasis gender di Indonesia masih relatif tinggi, baik yang terjadi di area domestik maupun publik. Begitu juga dengan lokus, baik di dalam rumahnya sendiri, tempat kerja, situasi darurat dan kondisi khusus seperti daerah bencana dan kalangan disabilitas yaitu penyandang cacat dan lansia.
“Kasus KDRT dan kekerasan seksual dari tahun ke taun selalu ada. Oleh sebab itu, perempuan dan anak perlu mendapatan perhatian khusus baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat,” imbuh Subri.
Untuk mencegah semakin maraknya kasus KDRT, kekerasan seksual dan perdagangan orang maka yang utama adalah pendekatan melalui pembangunan keluarga dengan 8 fungsi keluara. Yakni fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.
Usai dibuka oleh Wawali Subri, sosialisasi dilanjurkan oleh narasumber Fasilitator PUG Jawa Timur Robchendah Subtarmiato dan Umi Dayati dari Universitas Negeri Malang. (famydecta/humas)