ANTISIPASI PENYEBARAN COVID 19, MAKSIMALKAN PERAN KTS

MAYANGAN – Memaksimalkan peran Kampung Tangguh Semeru (KTS) di wilayah hukum Polres Probolinggo Kota, pihak kepolisian setempat menggelar rapat koordinasi (rakor) dalam rangka antisipasi penyebaran Covid 19, Kamis (7/1) di Rupatama Mapolresta.

Sekda drg Ninik Ira Wibawati bersama Plt Kepala Dinkes P2KB dr NH Hidayati, Kepala BPBD Sugito Prasetyo, lima camat dan perwakilan Satpol PP menghadiri rakor yang dipimpin Kapolresta AKBP Raden Muhamad Jauhari tersebut. Rakor yang diikuti juga oleh kapolsek dan danramil itu untuk mencari solusi terbaik dari penanganan Covid 19.

Dalam rakor, Sekda Ninik mengungkapkan bahwa Kota Probolinggo saat ini sudah kembali ke zona oranye setelah sekitar satu pekan di bulan Desember berada di zona merah. Dalam menangani Covid 19, menurutnya, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, tim satgas pun tidak bisa bekerja sendiri tetapi perlu keterlibatan masyarakat.

WhatsApp Image 2021 01 07 at 12.58.51Berdasarkan data per 7 Januari, pasien Covid 19 sebanyak 251 orang. Yang dirawat di RSUD (bergejala) ada 102, dirawat di karantina 54 dan isolasi mandiri (isoman) 95. Diketahui, kapasitas rumah karantina di rusunawa adalah 80 bed sedangkan di puskesmas Wonoasih ada 20 bed.

“Pasien yang menjalani isoman adalah OTG (orang tanpa gejala), setelah dicek oleh Dinkes, rumah yang akan dipakai isoman harus menenuhi syarat. Dari lingkungan pun harus menerima agar tidak resah. Karena isoman ini juga dilihat faktor keluarga dan ketergantungan pasien dengan keluarganya,” jelas sekda.

Sekda Ninik pun berterimakasih kepada tiga pilar dan tim satgas yang sudah bekerja ekstra saat operasi yustisi di tahun baru. Di tahun 2021 ini, Pemerintah Kota Probolinggo melalui kecamatan dan kelurahan bersama tiga pilar akan melaksanakan operasi yustisi sebulan dua kali.

“Paling tidak upaya ini bisa mengurangi kerumunan. Kami juga menyarankan jika menyelenggarakan pertemuan tidak terlalu lama, lebih baik saat berbicara tetap menggunakan masker,” sarannya.

Sementara itu, ditemui usai rakor, AKBP RM Jauhari menjelaskan, Forkopimda bersama relawan KTS bersama-sama melakukan upaya pencegahan Covid 19, salah satunya mendukung pemkot dengan pembentukan tempat karantina di masing-masing KTS. Sehingga KTS punya peran saat warganya ada yang menjalani isolasi.

“Kami mendorong KTS ini punya peran penting dibawah pengawasan dinkes, camat kelurahan ditambah unsur tiga pilar untuk menyentuh langsung tempat karantina di KTS masing-masing sehingga kita bisa mengurangi penyebaran Covid yang ada saat ini,” terangnya.

Disamping itu, lanjut kapolresta, jika karantina di pusat (rusunawa dan puskesmas Wonoasih) terbatas maka masing-masing KTS bisa membantu dengan menyiapkan tempat isolasi bagi warganya. Kota Probolinggo punya 29 KTS, sedangkan di wilayah hukum Polres Probolinggo Kota total terdapat 32 KTS.

WhatsApp Image 2021 01 07 at 13.01.00“Sebenarnya (tempat isolasi di sejumlah KTS) sudah dilaksanakan tapi kami tegaskan kembali, peran KTS dan forkopimda untuk lebih efektif lagi. Masing-masing KTS bisa mendorong tingkat penyembuhan warganya dengan syarat yang telah ditentukan (pihak Dinkes),” ujar AKBP RM Jauhari.

Plt Kepala Dinkes P2KB, dr NH Hidayati menuturkan, sebenarnya keterlibatan KTS dalam menyikapi warganya yang terkonfirmasi Covid 19 sudah berjalan di lima kecamatan. “Tinggal lebih efektif, efisien dan lebih dalam lagi untuk mengelola rumah karantina ini. Mereka yang isoman sudah terpantau, tapi diefektifkan lagi dengan tiga pilar. Nanti masing-masing kelurahan punya data dan ada pemberdayaan masyarakat yang terlibat,” ungkapnya.

Kendala yang ada dalam isoman, lanjut dr Ida-sapaan akrabnya, adalah saat masyarakat ada yang tidak disiplin. Jika tidak ada pengawasan dari tiga pilar maka bisa saja mereka yang terkonfirmasi positif bisa pergi kemana-mana.

“Nah, jika KTS lebih efektif hal itu tidak akan terjadi. Karena bagi kami OTG diprioritaskan di rusunawa dan wonoasih, ada alasan tertentu mereka diperbolehkan isoman di rumah dengan syarat dan ketentuan berlaku,” imbuh dr Ida.

Mereka yang boleh menjalani isoman adalah tanpa gejala, gejala ringan-sedang, tidak memiliki riwayat penyakit penyerta. Syarat untuk isoman di rumah antara lain kondisi rumah memiliki ruangan khusus terpisah untuk isolasi yang dengan ventilasi yang baik (jendela dan pintu), memiliki kamar mandi terpisah, ruangan yang sering digunakan bersama seperti dapur punya ventilasi yang baik, lingkungan mendukung untuk pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan medis pasien. (famydecta)

 

The Probolinggo city Police Unit held a coordination meeting on Thursday (7/1), at the Rupatama hall of the city police headquarters, to maximize the role of Kampung Tangguh Semeru (resilient village) in Probolinggo city, as an anticipation of the COVID-19 spread.

Regional Secretary drg Ninik Ira WIbawati along with the Health Agency acting head dr NH Hidayati, Regional Disaster Mitigation Agency head Sugito Prasetyo, five sub-district heads, and the representatives of Public Order Agency attended the meeting led by the city Police Chief AKBP Raden Muhamad Jauhari.

Secretary Ninik said that Probolinggo city is now classed as a moderate risk of COVID-19 or orange zone after, in December, the city turned to red for a whole week. In dealing with COVID-19, she stated, the government and the COVID-19 task-force team need the involvement of the residents.

Based on the updated data on January 7th, the COVID-19 patients being treated have reached 251, with 102 of them are being hospitalized, 54 are at the quarantine centers, and 95 others are undergoing self-isolation. For the quarantine centers, the city has provided 80 beds at a low-cost apartment (rusunawa), and 20 beds at the Wonoasih Community Health Center (Puskesmas).

“The patients undergoing self-isolation are those asymptomatic, and the Health Agency has checked the house that would be the place for self-isolation. It must meet the requirement and the neighborhood must be aware of the situation to avoid any unrest. In giving clearance to self-isolation, we also have to consider the factor of family and the dependency of the patient on the family,” the secretary explained.

Regional Secretary Ninik also delivered her thanks to the three pillars and the task-force team who have worked hard carrying out Operation Yustisi on New Year Eve. In 2021, Probolinggo city administration through the sub-district offices and the three-pillar element will carry out Operation Yustisi twice a month.

“At least, this effort will attract no crowds. We also suggest that people who will hold a meeting to make it short and to prioritize health protocol by wearing masks,” she said.

Meanwhile, met after the meeting, Police Chief AKBP RM Jauhari explained, Regional Leadership Coordination Forum (Forkopimda), along with the resilient village volunteers have done efforts in anticipating the spread of COVID-19, one of which is to support the city administration by providing quarantine centers at each resilient village so that the villages will have a role when the residents are undergoing self-isolation.

“We motivate the resilient villages to have an important role under the supervision of the Health Agency, sub-district heads, and three-pillar elements to provide quarantine centers at the resilient village respectively. This effort is expected to stop the COVID-19 transmission,” he said.

Besides, the police chief continued, this will increase the number of quarantine centers in the city and help the government to overcome the limited capacity of quarantine centers available. The city has 29 resilient villages and 3 others in Probolinggo Regency.

“It has been, actually, implemented but I’d like to confirm that the role of resilient villages and Forkopimda need to be fulfilled more effectively. Each resilient village can increase the recovery rate of the patients with the requirements set by the Health Agency,” said AKBP RM Jauhari.

The Health Agency acting head, dr NH Hidayati said, the involvement of resilient villages in dealing with its residents confirmed positive for COVID-19 have been implemented in five sub-districts. “It just needs to be more effective and efficient in organizing the quarantine centers. Those patients undergoing self-isolation have been well monitored, but we need to get the most of it, with the help of the three-pillar element. Each urban village will have the data and other residents will be involved,” she said.

The problem of the self-isolation system, dr Ida continued, is the fact that some patients are showing a lack of discipline. Without the supervision of the three-pillar element in each sub-district, they can go anywhere, violating the quarantine procedures.

“In a more effective way, that won’t happen. To us (authorities), asymptomatic patients are prioritized to undergo isolation at the quarantine centers provided by the government (with strict supervision). Some requirements must be met in self-isolation procedures,” she added.

Those undergoing self-isolation are asymptomatic, patients with mild-moderate symptoms, and those who have no comorbid. The house for self-isolation must have a special separated room for isolation with good ventilation (windows and doors), and a dedicated bathroom for COVID-19 patients. Other shared rooms including the kitchen must have good ventilation, and the neighborhood must be adequate to meet the physical, mental, and medical needs of the patients. (alfien_tr)

BAGIKAN